Sabtu, 16 Juli 2011

Lomba Cerdas Cermat Demokrasi Mengenal Pemilu Sejak Dini

Suasana riuh terdengar saat crew KeKeR sampai di Kantor KPU Makassar yang berada di Antang Raya, kemarin. Nah di sini neh guys, Lomba Cerdas Cermat tingkat SMA se-Makassar dilaksanakan selama dua hari yakni 22-23 Juni. Kemarin adalah babak penyisihan dan Rabu hari ini adalah babak final.

Pada babak penyisihan kemarin telah dipilih empat besar yang akan maju dalam babak final memperebutkan Piala Bergilir KPU Makassar.

"Sebenarnya peserta yang resmi ikut dalam lomba ini berasal dari 16 tim atau 16 sekolah. Hanya saja hari ini ada empat sekolah yang di diskualifikasi karena terlambat datang, jadi peserta berjumlah 12 tim. Salah satunya juara bertahan kita yakni SMAN 5 Makassar," ungkap Nurmal Idrus. SE selaku ketua panitia pada acara ini saat dimintai keterangannya oleh KeKeR kemarin.

Selain itu, anggota KPU ini juga menjelaskan bahwa perlombaan ini dibagi dalam empat kategori kelompok yakni Daftar Pemilih Tetap (DPT), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan Daftar Calon Tetap (DCT). 

Ketua KPU Makassar Misnah Hatta saat membuka acara mengatakan, pengetahuan mengenai pemilu dan demokrasi penting diketahui pelajar sejak dini. Lomba ini memang bertujuan sebagai sosialisasi bagi pemilih pemula yang akan segera tercatat sebagai pemilih. Karena mereka memang telah disiapkan untuk menjadi pemilih pemula dengan diberi pemahaman tentang tata cara memilih di pemilihan umum nanti.

So gak salah dong jika soal-soal yang ditanyakan dalam lomba ini didominasi pertanyaan tentang pemilu. Selain itu, hal yang berhubungan dengan kewarganegaraan serta pengetahuan umum diibaratkan sebagai pertanyaan pendamping dalam lomba. 

Maka dari itu, Dra Hj Gia Pagiling selaku guru PKN dan pembila dari SMAN 4 Makassar mengaku banyak melakukan pelatihan kepada anak didiknya sebagai tiket masuk final mereka diajang yang satu ini. "Alhamdulillah mereka bisa masuk final. Jujur pihak sekolah sangat support kami dalam mengikuti lomba-lomba seperti ini. Makanya saya sengaja menyeleksi anak-anak yang punya prestasi dan unggul dikelasnya masing-masing sebagai wakil dari SMAN 4," imbuhnya saat memberikan keterangannya.

Lomba yang dibuka langsung oleh Ketua KPU yakni Misnah M Hattas ternyata menunjuk tiga juri dari background berbeda yakni Syamsir Rahim dari KPU Provinsi, Drs. Bahrum, M. Pd dari Dinas Pendidikan Makassar, dan Sunarti Sain dari Harian Fajar. Nah dari lomba ini seharusnya para pengajar serta siswa tahu betapa pentingnya mengenal secara dekat tentang tata cara memilih. Karena KPU selaku pihak penyelenggara telah berinisiatif untuk memberikan pendidikan sejak dini mengenai hal serupa.

"Lomba ini sarat manfaat, dari tidak tahu menjadi tahu. Remaja sekarang lebih mengetahui publik figur dibidang seni atau entertain di banding pejabat pemerintahan Sehingga mereka dihadapkan dengan realita yang ada terkadang bingung untuk menjawab," tutup Bahrum.

MENYIMAK. Peserta Lomba Cerdas-Cermat terlihat serius menyimak soal yang diajukan oleh dewan juri

Laporan Pelaksanaan Module Training BRIDGE Ke-3

Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanjutkan pelaksanaan Module Training ke-3 (MT 3) BRIDGE, di Kota Tangerang, Banten, 14-19 Juni 2011 Pelaksanaan kegiatan pelatihan kepemiluan ini digagas oleh Biro SDM KPU dengan alokasi anggaran di KPU Provinsi DKI Jakarta  serta dukungan Australian Electoral Commission (AEC).
Dalam Sambutannya, Ketua KPU RI, Prof. Dr. Hafizh Anshori, MA sangat mengapresiasi pelaksanaan MT ke-3 yang dilaksanakan di salah satu hotel di Kota Tangerang. Lanjutnya, upaya peningkatan kapasitas SDM KPU ini merupakan salah satu prioritas  utama, mengingat KPU merupakan salah satu bagian dari kunci suksesnya demokrasi di Indonesia. Dalam konteks BRIDGE, Ketua KPU RI berharap ke depan KPU mempunyai fasilitator BRIDGE internasional, untuk mencapai itu KPU mengalokasikan anggaran pelaksanaan BRIDGE di 33 Provinsi, sehingga kualitas dan kuantitas fasilitator dapat meningkat.

Pada kesempatan yang sama, Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta, memberi apresiasi dan sangat bangga karena KPU DKI Jakarta dapat menjadi bagian dari pelaksanaan MT KPU. “Kami berharap MT ini dapat menjadi agen ketok tular penggunaan metode BRIDGE dalam aktivitas di tingkat bawah.”

Ada 4 (empat) modul yang menjadi materi selama pelatihan yang berlangsung selama empat hari ini, yaitu modul administrasi pemilu, pendaftaran pemilih, pendidikan pemilih serta modul perencanaan dan penganggaran  strategis, serta modul manajemen proyek sebagai tambahan.

Mr. Patrik, Perwakilan AEC di Indonesia dengan penerjemah Mareska Mantik, BRIDGE manager AEC untuk Indonesia melukiskan dalam sambutannya, bahwa MT 3 merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang yang diawali sejak tahun 2010 saat program BRIDGE diinisiasi lewat fasilitasi Elections-MDP UNDP.  Sementara untuk beberapa tahun ke depan, dimulai tahun 2011 program BRIDGE untuk KPU akan dilanjuktan fasilitasinya oleh mitra BRIDGE yang lain yakni AEC. Karenanya diharapkan kegiatan pelatihan-pelatihan berikutnya akan dilakukan secara berkesinambungan demi memperkuat sumber daya KPU. Adapun bentuk kerja sama AEC-KPU adalah dalam bentuk co-sharing, dimana AEC memberi dukungan di beberapa aspek yang tidak dialokasikan dalam APBN.

Peserta MT 3 terdiri dari 15 orang Anggota KPU Kab/Kota DKI Jakarta, 5 orang dari Sekretariat KPU Provinsi DKI Jakarta, dan 5 orang masing-masing dari KPU Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Armin), KPU Yogyakarta, KPU Sumatera Selatan, KPU Kab. Jepara,  dan KPU Provinsi Jateng.

KPU telah mempunyai daftar panjang untuk pelaksanaan MT BRIDGE selama tahun 2011, sebut saja dalam waktu dekat pelatihan tentang wawasan kepemiluan ini akan dilaksanakan di  Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Bali serta beberapa provinsi lainnya yang telah terdaftar dalam jadwal pelaksanaan BRIDGE. (Armin)
Foto Bersama dgn Ketua KPU RI, Perwakilan AEC dan Peserta Pelatihan

Koreksi Teknis untuk Pemilu Murah

MAKASSAR -- Upaya mendorong pemilihan umum agar tidak lagi memakan biaya terlalu mahal, terus digalakkan sejumlah pihak. Dalam focus group discussion yang digelar Komisi Pemilihan Umum Kota Makassar, kemarin, sejumlah gagasan teknis guna menekan biaya pesta demokrasi rutin itu, berhasil dirumuskan. 
Salah satunya, menyatukan pemilu legislatif untuk semua tingkatan, dan eksekutif untuk semua tingkatan. Pemilu legislatif yang digabung berarti anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan kabupaten kota, serta DPD, dipilih dalam satu pemilu legislatif. 
Demikian juga dengan pemilu eksekutif. Presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati/walikota dan wakilnya, juga dipilih dalam satu pemilu. 
Lalu, dimana murahnya? Penggabungan tersebut, otomatis mereduksi jumlah komponen temahal pemilu, yaitu honorarium penyelenggara. Utamanya KPPS yang memang berhonor tidak gede, tapi jumlahnya sangat banyak. 
Karena baik pemilu legislatif dan eksekutif digelar tidak lagi berulang-ulang, maka honor penyelenggara hanya satu kali bayar. Kesimpulan peserta diskusi mengestimasi potensi penghematan bisa tiga kali lipat. 
Peserta diskusi juga berharap teknis pemilu lebih realistis terhadap potensi penekanan anggaran. Hal teknis dimaksud di antaranya surat suara tidak harus berwarna. Bisa saja kertas suara adalah foto kopian sebagaimana yang digunakan di Inggris. Selain itu, kertas suara tidak harus menggunakan hologram yang selama ini menjadi autentifikasi kertas suara. "Kan yang terpenting itu adalah menjamin orang bisa menggunakan haknya di pemilu," tegas fasilitator FGD, Pahir Halim.  
RUU Pemilu yang sedang digodok, menginginkan coblos kembali digunakan di pemilu mendatang menggantikan contreng. Padahal, sebut Imran, peserta diskusi yang juga Ketua KPU Maros, biaya contreng Rp5000 lebih murah dibanding coblos. Itu dikarenakan coblos membutuhkan paku dan bantalan gabus yang mahal, sementara contreng hanya membutuhkan pulpen saja. 
Upaya menekan harga lainnya yang layak dicoba adalah menambah jumlah pemilih di setiap TPS. Untuk pemilu legislatif bisa tetap 500 per tempat pemungutan suara (TPS). Tapi untuk pemilu eksekutif, bisa naiok menjadi 1000, dari sebelumnya hanya 600 pemilih  per TPS. 
"Rumusan ini siap diusulkan sebagai masukan untuk RUU Pemilu yang sedang dalam pembahasan saat ini. Kami berkeseimpulan, banyak jalan menuju pemilu murah," terang Pahir. (wan-ysd)
BERBAGI. Ketua KPU Makassar (kanan) Misnah, di sela-sela FGD Pemilu Murah, di Kantor KPU Makassar, Selasa, 14 Juni 2011

Dari Diskusi Publik "Proyeksi Sistem Pemilu" Banyak Kegamangan dalam Sistem Politik Indonesia

Belum ada yang tahu seperti apa sistem pemilihan umum (pemilu) 2014 mendatang. Meski demikian, sudah menggelinding beberapa tawaran dan konsep. 
Hingga kini, sistem pemilu Indonesia belum menemukan bentuk yang pas. Masih butuh penyempurnaan dari pemilu ke pemilu. Mudah-mudahan di pemilu 2014, sudah ada bentuk yang pas atau mendekati pas untuk kondisi di Indonesia.
Harapan akan sebuah sistem pemilu yang sempurna tersebut menjadi kalimat pembuka dalam Diskusi Publik "Proyeksi Sistem Pemilu" di studio mini redaksi Harian FAJAR, Senin, 30 Mei. Itu dilontarkan Ketua KPU Makassar, Misnah Hattas selaku pelaksana diskusi. "Kita butuh perbaikan proses politik untuk demokrasi," kata Misnah.
Meski peserta hanya puluhan orang, termasuk sejumlah pengurus partai politik dari Hanura, PKB, PDIP, tetap saja diskusi berjalan menarik. Apalagi, diskusi yang dipandu redaktur politik Harian FAJAR, Yusuf Said menghadirkan pembicara yang memang selama ini terlibat secara langsung sebagai penyelenggara maupun sebagai pengamat pemilu.
Mereka dalah Ketua KPU Sulsel, Jayadi Nas, mantan anggota KPU Makassar, Pahir Halim, serta pengamat komunikasi politik, Dr Hasrullah.
Jayadi membuka statemen-nya dengan kritikannya terhadap sistem perpolitikan di negeri ini. Baginya, banyak kegamangan dalam sistem politik di Indonesia. Termasuk Indonesia yang menganut sistem presidensial tapi yang berlaku justru sistem presidensial parlementer. "Makanya kita harap dalam revisi UU ada kesesuaian antara sistem politik yang dibangun. Sebab lucu di Indonesia, kita sistem presidensial tapi di lain sisi partai cukup banyak," katanya.
Terkait sistem pemilu ke depan, menurut Jayadi, semua bergantung pada sembilan parpol yang kini sedang membahasnya di DPR RI. Termasuk soal Parliamentary Threshold (PT).
"Kalau 2009 PT hanya 2,5 persen dan hanya 9 parpol yang masuk, sekarang ada yang usul 3 persen, 4 persen dan 5 persen. Ini sekarang tarik menarik. Tapi kalau ini bagian dari upaya penataan sistem politik kita, tidak jadi soal," katanya.
Namun, menurutnya, untuk PT meskipun rendah misalnya hanya 3 persen, tapi tetap ada siasat parpol yakni pemberlakuan secara nasional, mulai pusat sampai kabupaten/kota.
Pahir Halim mengawali komentarnya dengan pertanyaan. Berapa banyak sebenarnya parpol yang ideal menjadi peserta pemilu? "Belum ada jawaban," katanya.
Bagi dia, kondisi kita yang multikultural, dan multi etnis, menjadikan multi partai memang wajar. Tapi berapa banyak idealnya jumlah parpol, ia juga tak bisa menyebut angka.
Soal PT sendiri, aktivis NGO ini tak terlalu mempersoalkannya. Bagi dia, pemberlakuan PT untuk tingkat nasional hingga kabupaten kota tujuannya jelas. "Ini untuk membendung parpol. Parpol yang memang tidak dipilih rakyat tidak perlu memaksakan diri lagi," katanya.
Pahir juga menyinggung soal Daftar Pemilih Tetap (DPT). Menurutnya, jika ke depan DPT tidak ada, itu bisa berbahaya. Karena itu, harus ada kepastian soal DPT meskipun di pilpres lalu orang bisa memilih dengan paspor saja.
Ia juga menyinggung soal sistem pemilu yang ditawarkan Centre for Electoral Reform (Cetro) yakni Mixed Member Proportional atau proporsional campuran. Termasuk di dalamnya terkait daerah pemilihan (dapil). "Berapa jumlah kursi per dapil, kemarin kan antara 3-12. Ini juga perlu dicermati. Perlu ada perubahan misalnya Sulsel minimal tiga dapil," katanya.
Draf revisi UU Pemilu yang kini sedang dibahas di Senayan juga dibeberkan Pahir. Termasuk soal model pemberian hak suara yang dikembalikan lagi ke model coblos.
"Contreng sudah cukup bagus. Tidak banyak suara batal. Contreng itu murah dan mendidik. Mestinya itu diulang kembali. Tapi ini drafnya coblos lagi. Ini berimbas ke anggaran. Ini akan mahal. Di draf terbaru juga suara terbanyak lagi. Saya dari dulu tidak percaya suara terbanyak. Sebab siapa yang banyak uang dia yang terpilih. Jadi menurut saya parpol kecolongan di sini. Meskinya mereka berjuang," katanya menyinggung soal kader terbaik parpol yang kadang kalah bersaing.
Dr Hasrullah dalam diskusi ini mengangkat wacana pentingnya riset untuk menentukan bagaimana model sistem pemilu. Ia sendiri menyebut bahwa sistem pemilihan distrik sesuatu yang bisa dipertimbangkan.
"Distrik sangat penting dipertimbangkan. Banyak kader partai yang bagus tidak bisa duduk lantaran partainya secara nasional tidak memenuhi PT," katanya.
Soal model pemberian suara, Hasrullah lebih condong ke coblos. Alasannya banyak warga yang salah dalam mencontreng.
Hasrullah juga menyinggung soal wacana pilgub dikembalikan ke dewan. Menurutnya itu kemunduran.
Dalam sesi tanya jawab, peserta diskusi, Abdul Muin menegaskan perlunya ada perubahan sistem pemilu. Salah satunya pada penyelenggara, KPU. Menurut dia, KPU harusnya betul-betul sebagai wasit. "Ia juga yang membuat peraturan. Jadi KPU sebagai wasit yang baik bukan lain yang bikin peraturan lain yang jalankan," sarannya.
Mahasiswa S2 UGM, Rizal Syuaib yang ikut ambil bagian dalam diskusi mengeritik terlalu cepatnya sistem politik berubah. Ia juga menyarankan pelibatan mahasiswa dan pemuda di KPPS atau TPS untuk menghilangkan kesan pemilu mahal.
"Indonesia memang masih dalam proses menata. Makanya berubah-ubah terus," kata Jayadi menanggapi pernyataan Rizal. (amiruddin@fajar.co.id)
BAHAS PEMILU. Dari kini, Hasrullah, Jayadi Nas, Fahir Halim dan Yusuf Said (moderator) dalam Diskusi Publik “Proyeksi Sistem Pemilu” di studio mini redaksi Harian FAJAR, Senin, 30 Mei 2011

HAFIZ ANSHARY RESMIKAN 7 GEDUNG BARU KPU

Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Prof. H.A. Hafiz Anshary, AZ, MA, Senin (7/2) secara simbolik meresmikan tujuh gedung KPU baru di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Ketujuh gedung baru itu adalah kantor KPU Kota Makassar; KPU Kabupaten Maros; KPU Kabupaten Barru; KPU Kabupaten Enrekang; KPU Kabupaten Luwu; KPU Kabupaten Luwu Utara; dan KPU Kabupaten Bantaeng.

Acara peresmian dipusatkan di kantor KPU Kota Makassar, Jl. Perumnas Raya Antang Nomor 2A, Sulsel. Peresmian disaksikan oleh Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo; Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin; Bupati Maros Hatta Rahman; Ketua KPU Provinsi Sulsel Jayadi Nas; Ketua KPU Kota Makassar Misnah M; Ketua KPU Kabupaten Maros Andi Nur Imran; serta para Bupati dan Ketua KPU Kabupaten yang gedungnya diresmikan hari itu.

Gedung baru KPU Kota Makassar dibangun di atas lahan seluas 3.000m2 yang merupakan hibah dari Pemkot Makassar. “Bangunannya 800m2, dengan biaya 1,6 M yang diambil dari APBN,” terang Firman, staf KPU Kota Makassar. Sementara, gedung baru KPU Kabupaten Maros dibangun di atas tanah yang luasnya 1.500m2, dengan menghabiskan dana 650 juta, yang bersumber dari APBN.

Hafiz Anshary dalam pidatonya memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah membantu mewujudkan pembangunan gedung baru KPU. “Secara khusus saya mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada pemerintah daerah yang selama ini memberikan bantuan dan dukungan kepada KPU dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,” ujarnya. KPU sebagai penyelenggara Pemilu tidak dapat bekerja sendiri, tetapi memerlukan bantuan dan kerjasama dari semua pihak. “Demokrasi di Indonesia hanya dapat berjalan baik jika semua pihak memberikan dukungan dalam proses politik dan demokrasi,” tambah Hafiz yang dalam kesempatan itu didampingi oleh Wakil Sekjen KPU Asrudi Trijono dan Kepala Biro Perencananaan Moyong Hariyanto.

Pembangunan gedung baru KPU memiliki arti yang signifikan untuk menunjang kinerja KPU dalam menyelenggarakan Pemilu maupun Pemilukada. “Dari kantor KPU ini akan lahir para pemimpin, seperti gubernur, bupati/walikota, anggota DPD, anggota DPRD, anggota DPR, maupun presiden dan wakil presiden. Untuk itu, KPU harus punya kantor sendiri yang memberikan ketenangan dalam bekerja. Ini untuk menghindari adanya keberpihakan, sehingga KPU dapat independent,” tegas Hafiz.(dd)
KANTOR BARU. Ketua KPU Abdul Hafidz Anshari (kanan) didampingi Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin di selasela peresmian Kantor KPU Kota Makassar